Jumat, 07 Desember 2007

Teknik Pasing Bawah

Passing Bawah (Dalam Bola Voly)

POINT INTI

Passing bawah (pukulan/pengambilan tangan ke bawah).

Dalam permainan bola voly tehnik passing bawah yang benar sangatlah besar manfaatnya. Tehnik ini di gunakan untuk menerima bola pertama dari lawan. Apabila pengambilan bola menggunakan passing bawah dilakukan secara sempurna maka akan memudahkan Toser dalam memberikan umpan.

Fungsi Passing Bawah

  • Menerima bola dari lawan apabila bola memungkinkan diterima menggunakan passing bawah.

  • Menahan smash dari lawan apabila lolos dari blokcer.

Kelebihan Passing Bawah

  • Kemungkinan cidera lebih kecil daripada menggunakan passing atas.

  • Lebih mudah mengontrol bola.

  • Kemungkinan bola meleset lebih kecil.

Kelemahan Passing Bawah

  • Dalam mengarahkan bola kepada toser lebih sulit dibandingkan passing atas.

  • Lebih susah dalam mengontrol tenaga.

CARA-CARA MELAKUKAN PASSING BAWAH

A. Sikap Awal

Posisi badan agak jongkok, kaki kuda-kuda selebar bahu, dan pandangan tertuju pada arah bola

B. Sikap Saat akan menerima Bola

Posisi kaki masih dalam posisi kuda-kuda, kedua tangan disatukan, badan rileks


C. Sikap Menerima Bola

Saat menerima bola kedua tangan jangan di tekuk, rileks dan posisi kaki selalu mengikuti arah bola

D. Sikap Akhir

Posisi kaki kuda-kuda kedua tangan di depan dada






Sejarah Bolatangan dalam Olimpiade


SEJARAH BOLATANGAN


MASA YUNANI KUNO


Permainan bola tangan dapat ditelusuri sejarahnya. Pada zaman Yunani Kuno permainan bolatangan sudah dimainkan walaupaun dengan peraturan yang masih kuno. Permaianan ”Urania” yang dimainkan oleh orang-orang Yunani kuno (yang digambarkan oleh Homer dan Odyssey) dan ”harpaston yang dimainkan oleh orang-orang Romawi yang bernama Claudius Galenus tahun 130 sampai 200 Masehi. Di Jerman peramainan bola tangan dikenal dengan ”Fangballspiel” ayau permainan ”tangkap bola” yang diperkenal kan dalam ebuah lagu oleh penulis puisi Jerman bernama Walther von der Vgelweide. (1170-1230). Di Perancis seorangbernama Rabeilas (1494-1533) menggambarkan permainan bolatangan dengan; ”mereka bermain bolatangan denga menggunakan telapak tangan mereka”. Pada tahun 1793 masyarakat Inuit yang hidup di dataran hijau menggambarkan dan membuat ilustrasi dengan menggunakan bolatangan. Pada tahun 1484 seorang administrator olahraga Denmark mengijinkan permainan bolatangan agar dimainkan di sekolah lanjutan di Ortup Denmark dan mendorong untuk segera menyertakan atura dalam bolatangan.

Perintis bolatangan Lapangan

Bolatangan modern dimainkan pada abad 19 dimainkan di kota Danish di bagian Nyborg, Denmark pada tahun 1897. yang mempelopori bolatangan sesungguhnya adalah tiga negara yaitu Denmark, Jerman dan Swedianamun pendiri bolatangan justru pakar pendidikan jasmani yang memidahkan bolatangan lapangan pada pergantian abad yang berdasar dua bentuk permainan ’Raffbal”(bola tangkap) dan ”Königsbergerball”. Di Swedia Wallström juga memperkenalkan permainan blatangan dinegaranya pada tahun 1910.

Pada tahun 1912 seorang kebangsaan Jerman Hirschman mencoba menyebarkan bolatangan lapangan untuk pertama kali. Tahun 1919 seorang guru olahraga di Berlin, Karl Scelenz memperkenalkan bentuk permainan bolatangan dilapangan besar (outdoor) di beberapa negara Eropa. Kemudian ia mengembangkan peraturan-peratuaran bolatangan uyang hingga saat ini dikenal sebagai salaha satu pendiri bolatangan lapangan.

Pada tahun 1926, dalam sebuah pertemuan di kota Hague, Kongres Federasi Atletik Amatir Intermnasional, mengusulkan pada peserta kongres untuk menyusun peraturan Internasional dari bolatangan lapangan.

Pelopor Federasi Bolatangan Internasional

Pada tahun 1928 International Amateur Handball Federation (IAHF) bertepatan dengan Olimpiade Amsterdam dengan Ketua Avery Brundage dari Amerika. Setelah tahun 1938 untuk pertama kali diselenggarakan Kejuaraan Dunia Bolatangan di Jerman.

Akhirnya pada tahun 1946 atas usulan dan undangan Denmark dan Swedia delapan negara mendeklarasikan Federasi Bolatangan International atau International Handball Federation(IHF). Delapan negara tersebut adalah denmark, Finlandia, Perancis, Belanda, Norwegia, Polandia, Swiss, Swedia. Sampai tahun 2003 IHF memiliki jumlah peserta sebanyak 150 peserta negara dengan 80.000 klub dan 19 juta atlet putra maupun putri.

Sejarah Bolatangan dalam Olimpiade

Pada tahun 1938 di Olimpiade Berlin untuk pertama kali bolatangan diikutsertakan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan hingga Olimpiade yang terakhir diselenggarakan di Athena, yunani.

Di Olimpiade terakhir tahun 2004 di athena diadakan penyambutan kecil untuk merayakan 28 tahun berlangsungnya Olimpiade dan keikutsertaan ke-10 bagi olahraga bolatngan. Bolatangan pada Olimpiade ini dipertandingkan di dua tempat yaitu di Olympic Sport Center disaksikan oleh 80.000 suporter dan Helinikon Olympic Complex disaksikan oleh 14.000 suporter.

Sejarah Atletik


Atletik adalah event asli dari Olimpiade pertama ditahun 776 sebelum Masehi dimana satu-satunya event adalah perlombaan lari atau stade Ada beberapa “Games” yang digelar selama era klasik Eropa : Panhellenik Games: The Pythian Games (dimulai 527 Sebelum Masehi) digelar di Delphi tiap empat tahun. The Nemean Games (dimulai 516 Sebelum Masehi) digelar di Argolid setiap dua tahun. The Isthmian Games (dimulai 523 Sebelum Masehi) digelar di Isthmus dari Corinth setiap dua tahun. The Roman Games - Berasal dari akar Yunani murni, Roman Games memakai perlombaan lari dan melempar. Bukannya berlomba kereta kuda dan bergulat seperti di Yunani, olahraga Etruscan memakai pertempuran galiatoral, yang nuga sama-sama memakai panggung. Masyarakat lain menggemari kontes atletik, seperti Celtic, Teuton dan Goths yang juga digemari orang Roma. Tetapi, olahraga ini sering dihubungkan dengan pelatihan tempur. Di masa abad pertengahan anak seorang bangsawan akan dilatih dalam berlari, bertarung dan bergulat dan tambahan berkuda, memanah dan pelatihan senjata. Kontes antar rival dan sahabat sangat umum di arena resmi maupun tidak resmi. Di abad 19 organisasi formal dari event moderen dimulai. Ini termasuk dengan olahraga reguler dan latihan di rezim sekolahan. Royal Millitary College di Sandhurst mengklaim menggunakan ini pertamakali di tahun 1812 dan 1825 tetapi tanpa bukti nyata. Pertemuan yang paling tua diadakan di Shrewsbury, Shropshire di 1840 oleh Royal Shrewsbury School Hunt. Ada detail dari seri pertemuan tersebut yang ditulis 60 tahun kemudian oleh C.T Robinson dimana dia seorang murid disana pada tahun 1838 sampai 1841. Royal Military Academy dimana Woolwich menyelenggarakan sebuah kompetisi yang diorganisisr pada tahun 1849, tetapi seri reguler pertama dari pertemuan digelar di Exeter College, Oxford dari 1850. Atletik moderen biasanya diorganisir sekitar lari 400m di trek di hampir semua even yang ada. Acara lapangan (melompat dan melempar) biasanya memakai tempat didalam trek. Atletik termasuk didalam Olimpiade moderen di tahun 1896 dan membentuk dasar-dasarnya kemudian Wanita pertamakali dibolehkan berpartisipasi di trek dan lapangan dalam event Olimpiade tahun 1928. Sebuah badan pengelola internasional dibentuk, IAAF dibentuk tahun 1912. IAAF menyelenggarakan beberapa kejuaraan dunia outdoor di tahun 1983. Ada beberapa pertandingan regional seperti kejuaraan Eropa, Pan-American Games dan Commonwealth Games. Sebagai tambahan ada sirkuit Liga Emas professional, diakumulasi dalam IAAF World Athletics Final dan kejuaraan dalam ruangan seperti World Indoor Championship. Olahraga tersebut memiliki profil tinggi selama kejuaraan besar, khususnya Olimpiade, tetapi yang lain kurang populer. AAU (Amateur Athletic Union) adalah badan pengelola di Amerika Serikat sampai runtuh dibawah tekanan profesionalisme pada akhir tahun 1970. Sebuah badan baru bernama The Athletic Congress (TAC) dibentuk, dan akhirnya dinamai USA Track and Field (USATF atau USA T&F). Sebuah tambahan, organisasi dengan struktural yang lebih kecil, Road Runner Club of America (RRCA) juga ada di USA untuk mempromosikan balap jalanan. Di masa moderen, atlet sekarang bisa menerima uang dari balapan, mengakhiri sebutan “amatirisme” yang ada sebelumnya.

Sejarah Bola Basket


Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil. Selain itu, bola basket mudah dipelajari karena bentuk bolanya yang besar, sehingga tidak menyulitkan pemain ketika memantulkan atau melempar bola tersebut. Bola basket adalah salah satu olahraga yang paling digemari oleh penduduk Amerika Serikat dan penduduk di belahan bumi lainnya, antara lain di Amerika Selatan, Eropa Selatan, Lithuania, dan juga di Indonesia. [sunting] Sejarah perkembangan Basket dianggap sebagai olahraga unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh seorang pastor. Pada tahun 1891, Dr. James Naismith, seorang pastor asal Kanada yang mengajar di sebuah fakultas untuk para mahasiswa profesional di YMCA (sebuah wadah pemuda umat Kristen) di Springfield, Massachusetts, harus membuat suatu permainan di ruang tertutup untuk mengisi waktu para siswa pada masa liburan musim dingin di New England.Terinspirasi dari permainan yang pernah ia mainkan saat kecil di Ontario,Naismith menciptakan permainan yang sekarang dikenal sebagai bola basket pada 15 Desember 1891. Menurut cerita, setelah menolak beberapa gagasan karena dianggap terlalu keras dan kurang cocok untuk dimainkan di gelanggang-gelanggang tertutup, dia lalu menulis beberapa peraturan dasar, menempelkan sebuah keranjang di dinding ruang gelanggang olahraga, dan meminta para siswanya untuk mulai memainkan permainan ciptaannya itu. Pertandingan resmi bola basket yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 1892 di tempat kerja Dr. James Naismith. "Basket ball" (sebutan bagi olahraga ini dalam bahasa Inggris), adalah sebutan yang digagas oleh salah seorang muridnya. Olahraga ini pun menjadi segera terkenal di seantero Amerika Serikat. Penggemar fanatiknya ditempatkan di seluruh cabang YMCA di Amerika Serikat. Pertandingan demi pertandingan pun segera dilaksanakan di kota-kota di seluruh negara bagian Amerika Serikat. Pada awalnya,setiap tim berjumlah sembila orang dan tidak ada dribble,sehingga bola hanya bisa berpindah melalui pass (lemparan). Sejarah peraturan permainan basket diawali dari 13 aturan dasar yang ditulis sendiri oleh James Naismith. Aturan dasar tersebut adalah sebagai berikut. Bola dapat dilemparkan ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan. Bola dapat dipukul ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan, tetapi tidak boleh dipukul menggunakan kepalan tangan (meninju). Pemain tidak diperbolehkan berlari sambil memegang bola. Pemain harus melemparkan bola tersebut dari titik tempat menerima bola, tetapi diperbolehkan apabila pemain tersebut berlari pada kecepatan biasa. Bola harus dipegang di dalam atau diantara telapak tangan. Lengan atau anggota tubuh lainnya tidak diperbolehkan memegang bola. Pemain tidak diperbolehkan menyeruduk, menahan, mendorong, memukul, atau menjegal pemain lawan dengan cara bagaimanapun. Pelanggaran pertama terhadap peraturan ini akan dihitung sebagai kesalahan, pelanggaran kedua akan diberi sanksi berupa pendiskualifikasian pemain pelanggar hingga keranjang timnya dimasuki oleh bola lawan, dan apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencederai lawan, maka pemain pelanggar akan dikenai hukuman tidak boleh ikut bermain sepanjang pertandingan. Pada masa ini, pergantian pemain tidak diperbolehkan. Sebuah kesalahan dibuat pemain apabila memukul bola dengan kepalan tangan (meninju), melakukan pelanggaran terhadap aturan 3 dan 4, serta melanggar hal-hal yang disebutkan pada aturan 5. Apabila salah satu pihak melakukan tiga kesalahan berturut-turut, maka kesalahan itu akan dihitung sebagai gol untuk lawannya (berturut-turut berarti tanpa adanya pelanggaran balik oleh lawan). Gol terjadi apabila bola yang dilemparkan atau dipukul dari lapangan masuk ke dalam keranjang, dalam hal ini pemain yang menjaga keranjang tidak menyentuh atau mengganggu gol tersebut. Apabila bola terhenti di pinggir keranjang atau pemain lawan menggerakkan keranjang, maka hal tersebut tidak akan dihitung sebagai sebuah gol. Apabila bola keluar lapangan pertandingan, bola akan dilemparkan kembali ke dalam dan dimainkan oleh pemain pertama yang menyentuhnya. Apabila terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan bola, maka wasitlah yang akan melemparkannya ke dalam lapangan. Pelempar bola diberi waktu 5 detik untuk melemparkan bola dalam genggamannya. Apabila ia memegang lebih lama dari waktu tersebut, maka kepemilikan bola akan berpindah. Apabila salah satu pihak melakukan hal yang dapat menunda pertandingan, maka wasit dapat memberi mereka sebuah peringatan pelanggaran. Wasit berhak untuk memperhatikan permainan para pemain dan mencatat jumlah pelanggaran dan memberi tahu wasit pembantu apabila terjadi pelanggaran berturut-turut. Wasit memiliki hak penuh untuk mendiskualifikasi pemain yang melakukan pelanggaran sesuai dengan yang tercantum dalam aturan 5. Wasit pembantu memperhatikan bola dan mengambil keputusan apabila bola dianggap telah keluar lapangan, pergantian kepemilikan bola, serta menghitung waktu. Wasit pembantu berhak menentukan sah tidaknya suatu gol dan menghitung jumlah gol yang terjadi. Waktu pertandingan adalah dua babak, masing-masing 15 menit dan 5 menit untuk beristirahat diantara kedua babak. Pihak yang berhasil memasukkan gol terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang. Pada Agustus 1936, saat menghadiri Olimpiade Berlin 1936, ia dinamakan sebagai Presiden Kehormatan Federasi Bola Basket Internasional. Terlahir sebagai warga Kanada, ia menjadi warga negara Amerika Serikat pada 4 Mei 1925. Naismith meninggal dunia 28 November 1939, kurang dari enam bulan setelah menikah untuk kedua kalinya. [sunting] Perkembangan Permainan basket sudah sangat berkembang dan digemari sejak pertama kali diperkenalkan oleh James Naismith. Salah satu perkembangannya adalah diciptakannya gerakan slam dunk atau menombok, yaitu gerakan untuk memasukkan dan melesakan bola basket langsung ke dalam keranjang yang bisa dilakukan dengan gerakan akrobatik yang berkekuatan luar biasa.

Sejarah Bulutangkis

Menyinggung mengenai sejarah bulutangkis, kita tidak bisa melupakan IBF (International Badminton Federation) Karena IBF inilah yang mencetuskan federasi bulutangkis internasional. Sejarah tercatat bahwa bulutangkis ditemukan pada waktu yang sudah lama, sekitar dua ribu tahun lalu permainan "Battledore" dan "Shuttlecock" yang dimainkan di Yunani kuno, India dan China. Sejarah yang panjang yang menakjubkan sebagai permainan baru dalam olympics. Badminton diberi nama dari "Badminton House" di Gloucestershire, kampung halaman "Duke of Beaufort" (Bulu-Tangkis.COM: Duke adalah sebutan nama bangsawan eropa) dimana olah raga ini dimainkan di abad terakhir. Secara kebetulan, Gloucestershire sekarang adalah pusat dari International Badminton Federation (IBF). IBF diprakarsai pada tahun 1934 oleh 9 negara anggota yaitu: Canada, Denmark, Inggris, Prancis, Irlandia, Belanda, New Zeland, Scotlandia dan Wales. Anggota IBF bertambah secara cepat dari tahun ke tahun. Turnamen pertama IBF yang paling bergengsi adalah Thomas Cup (World men's team championships) pada tahun 1948. Sejak itu turnamen berkembang untuk tim putri seperti Uber Cup, Sudirman Cup, World Junior dan World Grand Prix Finals. Sekarang ada banyak sekali turnamen bulutangkis yang diadakan di masing-masing negara seperti : Indonesia Open, Malaysia, Open, Singapore Open, All England, Japan Open, Swiss Open, Korea Open, Denmark Open, China Open dan masih banyak lagi semuanya dibawah naungan IBF. Itulah sedikit informasi tentang sejarah bulutangkis dan IBF.



Bapak Pencipta Olahraga Bola Volley "William G. Morgan"


Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

William G. Morgan (New York, 1870–1942) adalah tokoh asal Amerika Serikat yang dikenal sebagai pencipta olahraga bola voli.

Morgan muda kuliah di Springfield College yang dikelola YMCA (Young Men's Christian Association). Di sana ia bertemu dengan James Naismith yang pada tahun 1891 menciptakan olahraga bola basket. Setelah lulus, pada tahun 1895 ia mulai bekerja sebagai Direktur Pendidikan Jasmani di YMCA di Massachusetts. Di sana ia menciptakan permainan bernama Mintoinette yang dirancang tidak seberat basket agar cocok dimainkan orang-orang yang lebih tua. Dirancang berdasarkan olahraga lain asal Jerman bernama faustball, permainan yang ini kemudian berganti nama menjadi volleyball (bola voli).

Cereta Sampul "Sejarah Sepak Bola"

KISAH EROPA MENCURI BOLA

Di Eropa, para raja membredel sepakbola karena brutal. Ratusan orang tewas dalam satu kali pertandingan.


Cao Yang gemas meski itu hari bersejarah bagi Cina. Tanggal 20 Mei 2004 Asosiasi sepak bola Internasional (FIFA) dalam perayaan ulangtahunnya yang ke-100 secara resmi mengakui bahwa sepak bola berasal dari negeri Tirai Bambu. Tapi Direktur Pengembangan sepak bola Provinsi Zibo itu masih kesal. “Seandainya peraturan sepak bola tak diubah, kami sudah jadi nomor satu di dunia,” katanya.

Cina adalah tanah air sepak bola, selain ilmu pengetahuan, budaya dan kearifan agama. Karena itu, tak heran, jika Rasulullah Muhammad perlu menganjurkan umatnya belajar ke negeri ini.

Di Cina sepak bola sudah dimainkan orang sejak 7.000 tahun yang lalu—sebuah masa yang panjang dari sebuah klaim yang salah. Selama ini orang menganggap sepak bola lahir di Inggris pada abad 19. Para penulis sejarah sepak bola juga seolah keberatan mengakui Cina sebagai negeri yang melahirkan sepak bola. Inggris, dan Eropa pada umumnya, sesungguhnya hanya mengembangkan olahraga ini dari apa yang sudah ditemukan oleh orang-orang Asia Tengah.

Petualang Italia, Marco Polo (1254-1324), mengenalkan sepak bola modern dari Cina dan Jepang sewaktu kembali ke Eropa. Tapi para peneliti masih berdebat apakah petualang itu satu-satunya orang yang berjasa membawa sepak bola ke sana. Sebagian meragukan, sebagian lagi yakin Eropa telah “mencuri” permainan ini dari Asia kuno lewat Marco Polo.

  


Catatan tertua tentang sepak bola ditemukan di Cina dari masa Dinasti Tsin (255-206 sebelum Masehi). Manuskrip itu mencurigai, permainan ini diperoleh secara turun-termurun sejak 5.000 tahun sebelumnya. Pada zaman Tsin, permainan yang dinamai tsu chu ini awalnya dipakai untuk melatih fisik para prajurit kerajaan. Kemudian berkembang menjadi permainan yang menyenangkan kendati sulit dilakukan. Pemainnya tak hanya anggota kerajaan tapi juga rakyat di seluruh Cina.

Satu tim terdiri dari enam orang yang berlomba memasukkan bola dari kulit binatang yang diisi rambut ke lubang jaring berdiameter 40 sentimeter. Jaring setinggi 10,5 meter ditancapkan di tengah lapangan yang dikelilingi tembok, mirip lapangan bolavoli di zaman sekarang. Dengan tsu chu orang Cina memahirkan kung fu. Aturan tsu chu sangat sederhana: bola tak boleh disentuh tangan dan tim yang menang adalah mereka yang paling banyak memasukkan bola ke dalam lubang jaring.

Tsu chu yang berarti “menendang bola” lahir dari kepercayaan Cina kuno. Menurut penulis Li You (55-135), bola itu melambangkan bulan yang amat sakral dan dua tim yang berlawanan melambangkan yin dan yang. Angka 12 diambil dari jumlah bulan dalam penanggalan Cina. Permainan ini sudah mengenal wasit. Dia memimpin pertandingan dan menghitung skor.

Legenda menyebutkan anggota kerajaan sangat menggemari permainan ini. Raja-raja sengaja membangun lapangan untuk bermain tsu chu dan mewajibkan sekolah mengajarkan olahraga ini. Karena itu tsu chu cepat populer ke seantero negeri. Pada masa Dinasti Han (206 sebelum Masehi hingga 200 setelah Masehi) ketenaran tsu chu mencapai puncaknya. Dokumen dari tahun 50 sebelum Masehi melaporkan ada pertandingan antara tim Cina dan Jepang di Kyoto. Tak disebutkan berapa skor akhirnya.

Orang Jepang memainkan olahraga ini setelah padagang dan siswa mereka menyambangi Cina. Selain diperkenalkan oleh orang Cina sendiri ketika mendatangi negeri-negeri sekitarnya. Dinasti Cina terkenal sebagai bangsa penjelajah. Orang Jepang mengadopsi tsu chu dengan lebih kreatif. Mereka menamainya kemari. Pemainnya dua sampai 12 orang. Gawangnya berupa dua pohon yang berdiri sejajar. Olahraga ini sangat riuh karena para pemain saling berteriak jika sedang mengendalikan atau akan menendang bola. Setiap pemain tidak dibolehkan menjegal atau melukai lawan.

Kemari mencapai puncak popularitas pada abad 10-16. Di tahun inilah, Marco Polo datang ke sana karena sudah mendengar tentang permainan ini. Peneliti yang meragukan Marco Polo sebagai pembawa sepak bola ke Eropa karena di daratan ini sudah ada permainan bola ratusan tahun sebelum Marco Polo lahir. Hanya saja permainan bola di hampir semua negara Eropa sebelum abad 18 mirip rugbi di zaman sekarang.

Di Yunani bermain bola sudah dikenal 800 tahun sebelum Masehi dengan nama episkyro dan harpastron. Pasukan Romawi yang menyerbu Yunani tahun 146 sebelum Masehi kemudian mengadopsi permainan ini dan menyebarkannya seiring penaklukan wilayah-wilayah Eropa. Kaisar Romawi Julius Caesar tercatat sebagai penggemar harpastrum. Ia memakai permainan ini sebagai olahraga melatih fisik pasukannya. Di Roma, luas lapangan harpastrum menyesuaikan dengan jumlah pemain. Suatu kali harpastrum pernah dimainkan oleh lebih dari 100 orang. Karena itu sepak bola lebih mirip kerusuhan massal.

Penulis Romawi, Horatius Flaccus dan Virgilius Maro menyebut Harpastrum sebagai permainan biadab. Olahraga ini kemudian dilarang di seluruh negeri. Dan sejarah sepak bola Eropa kemudian diwarnai oleh bredel-membredel.

Orang Inggris mulai mengenal sepak bola pada sekitar abad 8. Sama seperti di Romawi, permainan bola di Inggris jauh lebih brutal. Dimainkan di lapangan yang luas atau jalanan berjarak 3-4 kilometer. Raja Edward II menyebut sepak bola sebagai “permainan setan yang dibenci Tuhan.” Ia melarang rakyatnya melakukan olahraga ini pada April 1314, terutama untuk kalangan ningrat. sepak bola dianggap kampungan karena menggunakan tengkorak manusia sebagai bola.

Raja khawatir jika prajurit terlalu sering bermain bola mereka lupa latihan berkuda dan panahan untuk menghadapi pasukan musuh. Raja-raja Inggris berikutnya melanjutkan larangan itu hingga Ratu Elizabeth I (1533-1608).

Dalam buku The Anatomie of Abuses yang ditulis Philip Stubbes tahun 1583 kekerasan itu terekam sangat jelas. “Ratusan orang mati dalam satu pertandingan ini,” tulis Stubbes. Pemain yang selamat banyak yang cedera parah: kalau tak patah kaki, pasti remuk tulang punggung, atau kepala bocor, mata picek dan seterusnya. Stubbes, seorang puritan yang serius, mengkampanyekan larangan sepak bola hingga gereja-gereja turun tangan. Apalagi ketika itu permainan bola dilakukan saat hari minggu Sabath. Orang yang mencuri-curi bermain bola dan ketahuan dimasukkan penjara selama seminggu.

Di Prancis sepak bola juga dilarang. Orang Prancis yang mengenal bola dari tentara Romawi pada 50 sebelum Masehi, juga bermain tanpa aturan dan tanpa batasan jumlah pemain. Akibat larangan itu, sepak bola yang dinamakan soule ini baru kembali dimainkan orang pada abad 12. Tetapi dilarang kembali oleh Raja Felipe V di tahun 1319 yang diteruskan oleh rajaraja Prancis berikutnya.

Kekerasan sepak bola juga terjadi di Amerika Tengah. Suku Indian dan Astek juga sudah memainkan sepak bola ratusan tahun yang lalu. Hanya saja pada suku Astek permainan bola merupakan gabungan dari permainan basket, voli dan sepak bola sekaligus.

Di kalangan orang Indian, sepak bola lebih mirip perang antar suku yang digelar di lapangan maha luas dan berharihari jika skor masih imbang. Dengan pemain setiap tim berjumlah 500 orang, pasuckaukohowog menghasilkan korban yang cedera berbulan-bulan. Sebelum bertanding para pemain melakukan ritual seperti sebelum maju perang. Mereka mengecat tubuh dan wajah dengan gambar tertentu untuk menolak bala.

  


Sepak bola mulai modern dan tertib setelah Giovani Bardi dari Italia membukukan serentetan aturan permainan ini tahun 1580. Di Italia, sepak bola disebut calcio. Setahun berikutnya, Richard Mulcaster di Inggris juga melakukan hal serupa. Kepala Sekolah Merchant Taylor’s dan St. Paul itu menyerukan perlunya pembatasan pemain dan wasit. Paparannya dalam buku Position Where in Those Primitive Circumstanes be Examined itu lebih banyak menganjurkan pengurangan kekerasan dan mementingkan aspek kebugaran.

Dua ratus tahun kemudian Joseph Strutt menyempurnakan aturan tersebut. Belajar dari sejarah bola Inggris tahun 1700, ia menulis buku The Sports and Pastimes of The People England. Dalam buku ini ia membuat aturan bahwa sepak bola harus terdiri dari dua tim dengan jumlah pemain sama. Kedua tim harus berebut bola untuk memasukkannya ke gawang lawan yang terpisah oleh jarak 70-90 meter.

Baik Bardi, Mulcaster maupun Strutt, ketiganya menginginkan sepak bola melulu sebagai permainan. Mereka sebenarnya mengadopsi peraturanperaturan sederhana sepak bola yang sudah dipraktikkan di Jepang dan Cina puluhan abad sebelumnya. Dalam World Soccer (1992), Guy Oliver menulis bahwa peraturan dan permainan tsu chu maupun kemari merupakan sumber ilham sepak bola modern.

Mulcaster dijuluki sebagai “pembela sepak bola paling gigih dari abad 16”. Itu karena ia tekun mengkampanyekan sepak bola yang tidak brutal. Permainan ini, katanya, bahkan harus dimainkan oleh perempuan dan anak-anak karena berguna untuk kekuatan dan kebugaran tubuh. Padahal di Cina, menurut pelukis Dinasti Ming, Du Jin, para perempuan sudah bermain tsu chu antara tahun 1465-1509.

Konsep Strutt ini kemudian dijadikan pijakan peraturan sepak bola modern. Pijakan ini mendasari lahirnya Football Association di Inggris pada 26 Oktober 1863 oleh 11 klub sepak bola di sana yang anggotanya terdiri dari para mahasiwa. Awalnya, asosiasi mengatur jumlah pemain satu tim sebanyak 15-21 orang. Pada 1870 jumlah pemain dibakukan menjadi sebelas. Penjaga gawang baru muncul pada 1880.

Dari organisasi ini pulalah lahir istilah soccer, dari singkatan kata association. Charles Wreford Brown, mahasiswa Universitas Oxford, menemukan tak sengaja istilah ini ketika ditanya orang apakah ia seorang pemain rugbi (rugger), olahraga yang lebih terkenal di sana. Brown menjawab, “No, I’am soccer.”

Sedangkan football, meskipun pertama kali disebut dalam larangan- larangan para raja pada abad 17 dengan nama fute-ball, istilah ini semakin populer setelah ditulis dramawan Inggris yang terkenal, William Shakespeare. Dalam King Lear seorang tokohnya mencemooh tokoh lain yang dianggap dungu sebagai “football player”. Shakespeare melanjutkannya ketika menulis Comedy and Errors (adegan II). Istilah ini masih dipakainya untuk mencemooh tokoh yang begerak tak tentu arah.

Tahun 1863 merupakan tonggak sejarah sepak bola modern. Selain ada wasit, luas lapangan dan jumlah pemain yang dibatasi, sepak bola juga hanya memakai kulit binatang yang diisi udara. Permainan ini kemudian menyebar ke negara jajahan Inggris dan berkembang pesat dan kompleks sebagai budaya massa dalam abad modern.

Orang Inggris keliru ketika pada Piala Eropa 1996 memasang spanduk besar-besar dengan bunyi: sepak bola kembali ke tanah leluhurnya. Orang Inggris mengacu pada kelahiran Asosiasi sepak bola (FA) yang baru berusia dua abad itu. Mereka keliru karena sepak bola adalah produk santun kebudayaan Timur.

Sebagai sebuah budaya massa, sepak bola telah menarik minat para ilmuwan dengan pelbagai latar belakang: sosial, ekonomi, politik, filsafat. Victor Matheson dari Departemen Ekonomi William College, Inggris, dalam penelitiannya di tahun 2003 menyimpulkan bahwa klub-klub profesional di Eropa dan Amerika Selatan menyumbang pertumbuhan ekonomi yang signifikan kepada negaranya. Setiap klub, dengan perputaran uang triliunan rupiah, setidaknya mempekerjakan 3.000 karyawan. Atau holiganisme di Inggris yang menarik minat para sosiolog dalam meneliti pendukung sebuah kesebelasan.

Para pemikir sudah lama menaruh minat pada olahraga ini. Albert Camus pernah bilang bahwa dirinya berutang kepada sepak bola karena olahraga ini mempertontonkan soal moral dan tanggungjawab. Di masa mudanya, Camus pernah jadi kiper, karena itu ia punya lebih banyak waktu merenungkan pertandingan. Claude Levi- Strauss, Sartre hingga Gramsci juga sudah menulis kajian filsafat sepak bola. Di Australia, pengelola klub menyeleksi pemain dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud.

Karena itu Cao Yang tetap gemas meski Cina sudah diakui sebagai tanah leluhur sepak bola. Ia gemas karena Eropa mampu mencuri permainan ini dan maju dengan itu.


BAGJA HIDAYAT


Tonggak-tonggak Sejarah Sepak Bola


5.000 sebelum Masehi: Sepakbola dimainkan di Cina dengan nama tsu chu. Selain untuk melatih fisik tentara, permainan ini dipertandingkan saat kaisar ulang tahun.

3000 sebelum Masehi: Orang Jepang memainkan kemari.

2500 sebelum Masehi: Orang Mesir Kuno dan Timur Tengah memainkan sepakbola sebagai bagian dari ritual keagamaan. Hanya sedikit dokumen yang mendukung hipotesis ini. Tahun Masehi: Penemuan dokumen-dokumen sepakbola di Roma dan Yunani.

100-500: Orang Romawi menyebarkan permainan harpastrum ke wilayah Eropa.

217: Tentara Inggris mulai memainkan sepakbola setelah mengalahkan tentara Roma.

600-1600: Orang Meksiko dan Amerika Tengah membuat bola dari karet. Permainan di sana merupakan gabungan dari basket, voli dan sepakbola. Abad pertengahan: Italia, Prancis dan Eropa lainnya mulai menemukan sepakbola.

1100: Permainan bola di Inggris dilakukan dengan brutal tanpa aturan.

1314: Raja Edward II melarang sepakbola.

1369: Raja Edward III meneruskannya.

1500: Italia menemukan calcio dengan pemain satu tim lebih dari 27 orang. Permainannya sangat sederhana: mendendang, mengoper dan menggiring bola untuk di bawa ke garis gol. Belum ada gawang.

1561: Richard Mulcaster mengadopsi calcio dari Florence ini untuk diajarkan di sekolah-sekolah dasar dan menengah di Inggris.

1572: Ratu Elizabeth I serius melarang sepakbola dan menyediakan penjara bagi rakyatnya yang memaksa bermain

1600-an: Orang Eskimo juga mulai memainkan aqsaqtuk atau bermain bola di atas es. Sebuah legenda menyebut orang dari dua desa bermain aqsaqtuk dengan panjang lapangan mencapai 13 kilometer.

1680: Di Inggris bermain bola mendapat perlindungan dari Raja Charles II.

1820-an: Sepakbola mulai dimainkan di universitas-universitas Amerika Serikat seperti Harvard, Princenton, Amherst.

1830-an: Sepakbola modern mulai tumbuh. Olahraga ini dimainkan oleh para pekerja saat istirahat atau oleh anak-anak yang bermasalah di rumah atau sekolah. Kerjasama tim mulai dirumuskan.

1848: Peraturan sepakbola mulai digodok di Universitas Cambridge, Inggris.

1862: Berdiri klub Oneida di Boston, satu klub sepakbola pertama di luar Inggris.

1863: Asosiasi Sepakbola (FA) Inggris didirikan.

1871: Pertandingan pertama antar wilayah oleh FA.

1883: Empat klub Inggris setuju membentuk asosiasi klub sepakbola dunia.

1885: Pertandingan antara negara pertama di luar Inggris, antara Amerika vs Kanada.

1885: Sepakbola profesional diperkenalkan.

1886: Rapat pertama pembentukan asosiasi sepakbola dunia.

1888: Sepakbola profesional diresmikan. Wasit mengendalikan penuh pertandingan.

1888: Tendangan penalti diperkenalkan.

1904: FIFA didirikan dengan anggota Prancis, Belgia, Denmark, Belanda, Spanyol, Swiss dan Swedia.

1908: Sepakbola menjadi olahraga di Olimpiade.

1913: FIFA menjadi anggota FA Internasional.

1930: Kejuaraan Dunia pertama di Uruguay.

1938: Televisi BBC pertama kali menayangkan pertandingan sepakbola.

1958: Tayangan pertama Kejuaraan Dunia.

1966: Mulai ada tayang ulang untuk sebuah gol.

1977: Kejuaraan Dunia untuk usia di bawah 20 tahun.

1988: Kampanye fairplay.

1999: Kejuaraan pertama sepakbola perempuan.

2002: Jepang dan Korea merupakan negara pertama penyelenggara Piala Dunia di luar Eropa dan Amerika.

2004: Perayaan seratus tahun FIFA.

2006: Piala Dunia Jerman.


SUMBER: SOCCERNOVA.COM

Rabu, 05 Desember 2007

KURIKULUM KEPENDIDIKAN OLAHRAGA

KURIKULUM

1. Kesesuaian dengan Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan
Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum tahun 2005 yang merupakan pengembangan, revisi, dan penyempurnaan dari Kurikulum 2001. Revisi dan penyempurnaan kurikulum secara keseluruhan dibahas dalam rapat koordinasi SPs UPI dengan semua program studi terkait. Selanjutnya program studi membahas prosedur dan langkah-langkah revisi dan penyempurnaan yang telah digariskan bersama di dalam rapat-rapat internal program studi.
Dalam upaya menyesuaikan kurikulum dengan visi, misi, sasaran, dan tujuan program studi, kurikulum tingkat magister program studi pendidikan olahraga disusun untuk memberikan pengalaman belajar yang berorientasi pada kematangan intelektual akademis seperti pengembangan kecendekiaan, etika profesional, kreativitas dalam inovasi keilmuan, berfikir teoretis-filosofis dan rasional; serta pengalaman belajar yang berorientasi pada maturitas kepribadian yang meliputi antara lain kematangan emosional dan etika sosial, pengembangan komitmen diri, motivasi diri, rasa empati. Kurikulum program magister disiapkan untuk memberikan penguasaan yang kuat dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga, berdasarkan pengalaman belajar masa lalu dan berorientasi pada tuntutan masa datang. Keseluruhan pengalaman belajar tersebut tercermin dari rincian mata kuliah pada ketiga komponen struktur kurikulum, kedalaman bahasan, proses pembelajaran, dan tugas di setiap mata kuliah yang mengutamakan kemandirian, serta proses penilaian hasil belajar mahasiswa yang menyeluruh.
Realisasi upaya peningkatan/pengembangan kematangan intelektual dan emosional mahasiswa antara lain diwujudkan dalam bentuk pemberian tugas mandiri, kajian terhadap hasil penelitian di bidang pendidikan jasmani dan olahraga, proses penyusunan tesis, serta partisipasi mahasiswa di dalam berbagai kegiatan ilmiah, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

2. Kesesuaian Struktur dan Isi Kurikulum dengan Tuntutan dan Kebutuhan Stakeholders

Salah satu unsur pokok dalam strategi pengembangan program studi pendidikan olahraga adalah keunggulan dalam bidang penelitian olahraga. Oleh karena itu, kurikulum program studi terpadu dengan muatan masalah dan desain penelitian, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun pengalaman penelitian dalam bidang keolahragaan.
Kurikulum Program Studi Pendidikan Olahraga pada dasarnya merujuk kepada struktur kurikulum yang ditetapkan oleh SPs UPI yang dari tiga kelompok yakni Mata Kuliah Landasan Keahlian (MKLK-10 sks), Mata Kuliah Keahlian Utama (MKKU-32 sks) yang terdiri dari 26 sks MKKU Wajib dan 6 sks MKKU Pilihan Paket Konsentrasi, dan penyusunan Tesis (8 sks), sehingga keseluruhan jumlah sks yang harus ditempuh di Tingkat Magister adalah 50 sks. Berdasarkan struktur kurikulum tersebut, dikembangkan kurikulum bidang studi yang dirumuskan dan ditetapkan oleh program studi. Kurikulum yang kini berlaku, sudah mengandung unsur pengembangan ilmu kependidikan dan profesi keolahragaan, sebagai respon terhadap fungsi dan mandat UPI yang diperluas.
Penyebaran mata kuliah per semester mempertimbangkan keruntunan antar mata kuliah, tingkat kerumitan pembahasan materi, dan keseimbangan jumlah mata kuliah dan bobot sks. Pertimbangan tersebut menghasilkan penyebaran jumlah mata kuliah dan beban sks yang makin menurun selama tiga semester. Keluasan materi perkuliahan dan pendekatan pembahasan topik-topiknya tergambarkan dalam deskripsi dan silabi mata kuliah, dan gambaran kedalaman dan keluasan pembahasan tampak dari pustaka yang relevan dengan masing-masing mata kuliah. Deskripsi dan silabi mata kuliah dapat dilihat pada Lampiran D2.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa kurikulum program studi merupakan tindakan nyata dari visi, misi, sasaran dan tujuan program yang mengandung amanat membina sumberdaya manusia bermutu dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga dan siap diberdayakan oleh para stakeholder untuk menjawab tuntutan yang terkait dengan eksistensi dan kontribusi pendidikan jasmani dan olahraga bagi kemaslahatan masyarakat dan bangsa Indonesia. Disadari pula bahwa tuntutan dan kebutuhan stakeholders akan senantiasa berubah sesuai dengan tuntutan kemajuan di tingkat global, antara lain yang terkait dengan kemajuan dan kecanggihan ipteks. Kemungkinan perubahan tersebut terakomodasi melalui penjabaran kurikulum ke dalam mata kuliah yang sifatnya luwes dan pemberian pelayanan yang lebih luas kepada mahasiswa dengan tetap memperhatikan keutuhan keseluruhan program. Keluwesan kurikulum diusahakan dengan menyediakan paket mata kuliah pilihan yang diambil mahasiswa sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Di samping itu kepada dosen diberikan keleluasaan di dalam memperbaharui dan mengembangkan substansi perkuliahan yang disesuaikan dengan tuntutan kemajuan dan perkembangan di tingkat lokal, nasional, dan global.

3.Kompetensi dan Etika Lulusan yang Diharapkan
Pada dasarnya kurikulum tingkat Magister Program Studi Pendidikan Olahraga yang sekarang berlaku ini menuntut tingkat kematangan intelektual yang tinggi. Sejak awal, tuntutan kematangan intelektual itu telah dikenakan kepada calon mahasiswa melalui tes masuk dan matrikulasi/pra-perkuliahan. Selanjutnya sepanjang proses pembelajaran, mahasiswa secara mendasar dituntut untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi fakta empiris, informasi, dan pengalaman dalam bidang keolahragaan dan pendidikan jasmani. Namun demikian, program ini menuntut pula peningkatan kemampuan kognitif para mahasiswa yang lebih tinggi yaitu daya analisis, sintesis, dan evaluasinya terhadap gejala, kasus, masalah, peristiwa, dan kejadian di dunia pendidikan jasmani dan keolahragaan. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui kegiatan seperti diskusi formal dan informal, baik di kelas maupun di luar kelas, seminar akademik serta kegiatan ilmiah lainnya, dan tugas-tugas individual, yang kesemuanya itu mengasah kemampuan mahasiswa dalam berargumentasi, memecahan masalah, serta merekomendasikan langkah-langkah perbaikan dan pembaharuan. Dari aspek psikomotorik, meskipun tidak ada mata kuliah praktek kecabangan olahraga, namun di tingkat magister ini mahasiswa dituntut memiliki kemampuan mendemonstrasikan dan merekomendasikan tugas gerak dasar yang baik dan benar menurut kaidah-kaidah ilmiah yang dipelajarinya. Dari segi perilaku afektif, kurikulum ini menuntut kemampuan bertindak mandiri, kreatif dan inovatif dalam memecahkan masalah, serta komitmen terhadap profesi yang diemban. Seiring dengan tuntutan kematangan intelektualitas, ditingkatkan pula maturitas kepribadian, melalui penanaman kepatutan sikap-sikap psiko-sosial.
Proses belajar mengajar dalam program studi pendidikan olahraga memberikan peluang meningkatkan kemandirian melalui kegiatan belajar yang a. mendorong keterlibatan diri secara aktif, b. membina keberanian mengemukakan pendapat, berargumentasi, menerima pendapat orang lain, c. meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sebab, akibat, dan alternatif pemecahan suatu masalah yang bermakna, dan d. kesediaan menanggung resiko secara nalar akibat berbagai usaha, kegiatan, dan perilakunya.
Kematangan intelektualitas, kemampuan kinetika, kemandirian, dan kecerdasan
emosional diri, dinyatakan dalam isi kurikulum berdasarkan kompleksitas dan spesifikasi pengetahuan keterampilan, wawasan, dan nilai keolahragaan. Secara garis besarnya unsur pokok atau substansi dari isi Kurikulum Program Studi Pendidikan Olahraga ini adalah sebagai berikut:
a. Unsur-unsur ontologik dan etika sub-disiplin ilmu keolahragaan yang pada dasarnya mencakup azas, landasan, latar belakang, keberadaan, dan kebermaknaan dari setiap sub-disiplin.
b. Unsur-unsur primer (esensial) dari tiap sub-disiplin ilmu keolahragaan yang antara lain meliputi fakta, informasi, pengalaman, wawasan, keterampilan, nilai, dan dalil yang terkandung dalam sub-disiplin bersangkutan.
c. Unsur pragmatis dari pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dalam penerapannya dalam kehidupan olahraga di masyarakat.


4. Integritas Materi Pembelajaran
Sumber daya manusia keolahragaan berfitrah dalam aneka bidang kegiatan olahraga yang luas meliputi berbagai sektor kehidupan manusia. Oleh karena itu tuntutan akan pengetahuan, keterampilan, wawasan, sikap, dan nilai menjadi kompleks dan luas. Perlu ada pemilihan dan penetapan yang spesifik di dalam kurikulum yang dapat dicapai secara efisien dan efektif. Sehubungan dengan hal itu, kurikulum program studi pendidikan olahraga disusun dengan sistematika sebagai berikut :
a. Landasan Keahlian yang mencakup pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan sikap yang bersumber dari hakekat ilmu pendidikan yang meliputi mata kuliah Filsafat, Inovasi, dan Metode Penelitian Pendidikan, Aplikasi Statistika-1, dan Analisis Kualitatif-1.
b. Landasan Keahlian Utama yang menjadi sumber pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang mendasar dan spesifik dalam sub-disiplin dan profesi keolahragaan, yang dijadikan landasan kerangka pemikiran, pemaknaan, dan keberadaan olahraga dalam hidup manusia. Mata-mata kuliah dalam kelompok ini ialah Dimensi Sosiologis dalam Olahraga dan Penjas, Teori Pelatihan, Model-model Pembelajaran Olahraga, Sport Medicine, Biomekanika, Psikologi Olahraga, Teori Gerak, Pedagogi Olahraga, Ilmu Faal Olahraga, Pengembangan Program Pembinaan Olahraga, Filsafat dan Teori Olahraga, Dimensi Pedagogi dalam Kepelatihan Olahraga Prestasi, Evaluasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Di samping itu disajikan pula dua paket konsentrasi pilihan yaitu Konsentrasi Manajemen Pendidikan Jasmani dan Olahraga yang terdiri dari tiga mata kuliah (Manajemen Pemasaran Olahraga, Manajemen Strategi Organisasi Olahraga, Manajemen Inovasi dalam Bidang Keolahragaan); serta Konsentrasi Lingkungan Sosial Pendidikan Jasmani dan Olahraga yang juga terdiri dari tiga mata kuliah (Olahraga dan Kemajemukan Budaya, Jurnalistik Olahraga, Globalisasi Olahraga).
Kerumitan ilmu keolahragaan itu bersumber pada sifatnya sebagai sebuah cross-road, berada pada sebuah persilangan humaniora, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan alam, yang membangkitkan tantangan terutama corak desain penelitian berdisiplin yang khas. Pencapaian keadaan seperti itu, untuk kondisi di Indonesia, masih memerlukan waktu dan upaya yang lebih keras.

Analisis SWOT terhadap Komponen Kurikulum
Kekuatan
· Kurikulum 2005 yang diberlakukan sekarang merupakan hasil peninjauan dan revisi yang matang dari Tim Penyusunan Kurikulum Prodi di bawah koordinasi SPs UPI, yang bersifat fleksibel dan berorientasi ke masa depan.
· Kurikulum sangat relevan dengan visi, misi, sasaran dan tujuan Program Studi Pendidikan Olahraga, dan tercakup didalamnya wawasan pengetahuan yang menjawab tuntutan dan kebutuhan masa kini dan masa mendatang yang akan menjamin profil lulusan yang diharapkan.
· Sebaran matakuliah ke dalam setiap semester bersifat runtun dan koheren.
· Terdapat matakuliah pilihan paket konsentrasi yang membuka peluang bagi mahasiswa untuk mengembangkan minatnya.
· Matakuliah pilihan paket konsentrasi menjadi sumber pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang mendasar dan spesifik dalam sub-disiplin dan profesi keolahragaan.
Kelemahan
· Beban kredit bagi mahasiswa pada semester pertama cukup berat.
· Jumlah mata kuliah dan sks untuk setiap paket konsentrasi kemungkinan masih kurang mampu mencerminkan spesifikasi keilmuannya.
Peluang
· Kerumitan ilmu keolahragaan bersumber pada sifatnya sebagai sebuah cross-road (persilangan) antara humaniora, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan alam, yang membangkitkan tantangan dalam corak desain penelitian berdisiplin yang khas.
· Dengan perkembangan ilmu keolahragaan secara umum di tingkat internasional, disadari terjadinya ketertinggalan di Indonesia. Karena itu strategi pengembangan di Indonesia memberi peluang lebih pada usaha-usaha pencangkokan, adaptasi, dan bahkan ada replikasi (bukan duplikasi).
· Masih terbatasnya bidang-bidang spesialisasi dalam ilmu keolahragaan memberi peluang kepada program studi untuk lebih memantapkan posisi bidang spesialisasinya dengan menyempurnakan kembali jenis dan spesifikasi mata kuliahnya.
Ancaman
· Tuntutan kurikulum sangat besar, sehingga ketidakmampuan mahasiswa untuk berkinerja dengan baik secara mandiri akan menjadi bumerang yang menghambat penyelesaian studi mereka.
· Tidak adanya kesediaan yang tulus dari para mahasiswa dan dosen untuk senantiasa mengikuti perkembangan baru di bidang keilmuan yang digelutinya akan menyebabkan kemiskinan di dalam implementasi kurikulum sesungguhnya.

Olah Raga Masih Cari Identitas

SEJAK Direktorat Jenderal Olah Raga didirikan pada tahun 2001 di bawah Departemen Pendidikan Nasional, selama 4 tahun terakhir ini yang diupayakan ialah menata sistem pembinaan keolahragaan nasional. Penataan itu mencakup subsistem pendidikan jasmani (pendidikan olah raga), olah raga masyarakat (rekreasi) dan olah raga kompetitif untuk tujuan berprestasi. Ketiganya menyatu sebagai sebuah kesatuan.
Penataan dimaksudkan agar dapat dicapai manfaat yang optimal bagi segenap warga sesuai pesan Piagam Internasional Pendidikan Jasmani dan Olah Raga yang dideklarasikan oleh UNESCO, tahun 1978 di Paris. Piagam itu mengisyaratkan pendidikan jasmani dan olah raga sebagai hak asasi yang fundamental bagi setiap orang.
Jika diurut secara saksama, tujuan akhir pembinaan olah raga itu tidak lain untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Karena itu, Direktorat Jenderal Olah Raga sebagai institusi pemerintah bertanggung jawab untuk membangun sebuah tatanan berdasarkan analisis tentang beberapa komponen dari kesisteman yang perlu diatur sebaik-baiknya.
Manakala eksistensinya akan diganti kembali oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga yang notabene bertanggung jawab untuk mengoordinasi dan merumuskan kebijakan umum nasional, pertanyaannya ialah apa strategi utama dan kemudian tujuan yang ingin dicapai dalam pembinaan olah raga?
Kita tak akan bergeser dari komitmen lama untuk menempatkan olah raga sebagai bagian integral dari pembangunan. Dengan demikian, olah raga ditempatkan bukan sekadar merespons tuntutan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya, tetapi ikut bertanggung jawab untuk memberikan arah perubahan yang diharapkan.
Keteguhan terhadap komitmen tersebut didukung oleh begitu banyak fakta dan pengalaman bahwa olah raga yang dikelola dan dibina dengan baik akan mendatangkan banyak manfaat bagi warga masyarakat. Seperangkat nilai dan manfaat dari aspek sosial, kesehatan, ekonomi, psikologis dan pedagogis merupakan landasan yang kuat untuk mengklaim bahwa olah raga merupakan instrumen yang ampuh untuk melaksanakan pembangunan yang seimbang antara material, mental, dan spiritual.
Dari aspek sosial diakui bahwa olah raga merupakan sebuah aktivitas yang unik karena sangat potensial untuk memperkuat integrasi sosial. Secara bertahap dan bersusun dari unit kecil (misalnya, klub), komitmen emosional pada satu tujuan bersama dapat meningkat ke tingkat komunitas, masyarakat sebuah daerah hingga ke jenjang nasional. Itulah sebabnya olah raga, seperti yang sering kita alami dalam olah raga kompetitif, dipandang ampuh untuk membangun persatuan dan kesatuan nasional.
**
ANCAMAN yang dibangkitkan oleh gaya hidup pasif, mendatangkan persoalan yang sangat merugikan kehidupan manusia dengan aneka bentuk penyakit degeneratif, penyakit kurang gerak. Obesitas, alias kegemukan, sudah menjadi sebuah masalah internasional dengan rangkaian akibat yang terkait langsung seperti terserang penyakit jantung koroner, diabetes melitus, kolesterol tinggi, dan lain yang sejenis.
Olah raga dan kesehatan memiliki kaitan langsung dengan ekonomi. Kita dapat belajar dari pengalaman Australia. Di sana, kesehatan dan olah raga sudah mengakar. Setiap peningkatan partisipasi penduduk dalam berolah raga hingga 5% akan mengurangi anggaran perawatan kesehatan sebesar 439 juta dolar. Secara umum pernah diungkapkan oleh sebuah riset, bahwa investasi sebesar 1 dolar untuk aktivitas jasmani atau olah raga akan menghemat biaya perawatan kesehatan sebesar 3,2 dolar.
Dari aspek kejiwaan, olah raga atau aktivitas jasmani yang dilakukan hingga intensitas memadai, moderat, sangat efektif sebagai wahana untuk meningkatkan ketahanan terhadap stres dan menanggulangi depresi. Dari aspek ekonomi, data yang diperoleh misalnya dari Korea dan Australia menunjukkan prospek olah raga yang sangat positif untuk ikut serta meningkatkan ekonomi melalui beberapa segmen industri olah raga, di antaranya peralatan dan perlengkapan serta konstruksi fasilitas olah raga.
Melalui pendekatan pembelajaran keterampilan taktis misalnya, diketahui bahwa pendidikan jasmani dan olah raga efektif untuk membina keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Karena itu, para peneliti sampai pada kesimpulan bahwa aktivitas jasmani atau olah raga sangat bermanfaat untuk memupuk kemampuan memecahkan masalah.
Tentunya kita sepaham bahwa pendidikan jasmani merupakan peletak dasar untuk segala aspek meliputi fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional spiritual. Kecakapan berolah raga di sepanjang hayat untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, memerlukan pembekalan keterampilan sejak awal. Kita dapat menilai seberapa jauh kultur olah raga sudah berkembang di suatu masyarakat atau negara bergantung pada kebiasaan mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani secara aktif. Dalam kaitan ini maka antara olah raga masyarakat (rekreasi), selalu ada interaksi dengan olah raga kompetitif-prestasi dalam suasana saling mendukung dan menunjang.
Dengan berdirinya Menpora sekarang ini, kegiatan utama yang perlu dilaksanakan ialah memperkuat kesisteman yang sudah dirintis dalam sejumlah wilayah kunci yang menjadi fokus pemecahan. Karena itu, sangat dibutuhkan sebuah dokumen yang kukuh tentang "Arah Strategis dan Manajemen Pembangunan Keolahragaan Nasional", yang kemudian berfungsi sebagai pemberi arah dan sekaligus sebagai alat untuk memantau perubahan dan perkembangan program.
Dalam pengembangan rencana strategis, perlu diperhatikan beberapa kaidah seperti prinsip inklusif yang menekankan keikutsertaan semua warga masyarakat melalui pemberian kesempatan dan akses untuk berolah raga. Perlu diupayakan lingkungan yang sehat dan aman, layanan yang mudah diperoleh, manajemen yang transparan, dan akuntabel serta penerapan sistem pengukuh berupa penghargaan dan penciptaan rasa aman di kalangan pelatih dan atlet.
Komitmen untuk melaksanakan dan menyepakati arah strategis pembangunan keolahragaan nasional itu diperkuat oleh komunikasi dan koordinasi, selain mesti terjamin sisi keberlanjutannya.
**
BERDASARKAN paparan singkat itu sangat jelas bahwa subsistem pendidikan jasmani atau olah raga pelajar/mahasiswa tidak boleh terbengkalai pembinaannya dan termasuk ke dalam kebijakan umum. Olah raga masyarakat (rekreasi) merupakan kegiatan "penyedap" dan penggairah dalam rangka membangun kembali vitalitas hidup. Kegiatan itu ikut serta membangun sebuah mood kejiwaan yang sehat.
Sama sekali tak dapat diabaikan perkembangan dan trend olah raga kompetitif untuk berprestasi meskipun ada ayunan perubahan yang mengarah kepada perolehan keuntungan yang bersifat material; ada pergeseran dari amateur ke profesional, paling tidak di tubuh Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang dirintis semasa kepemimpinan Presiden IOC, Juan Antonio Samaranch.
Banyak negara, meski dengan jumlah penduduk sedikit, mampu berprestasi dalam olah raga, seperti yang diraih oleh Australia dalam Olimpiade Sydney 2000 dan Olimpiade Athena 2004. Jawabannya, sebagian karena faktor penentu berupa tingkat kepuasan hidup. Kemerosotan Rusia misalnya, lebih banyak karena keterbatasan dana untuk mengoperasionalkan sistem. Mereka bisa sekadar bertahan untuk memelihara sistem yang sudah mantap, tetapi sukar untuk mencapai hasil optimal karena faktor ekonomi.
Mungkin tanpa kita sadari, pada tataran lingkungan yang lebih luas ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap arah, isi dan bahkan cara mengelola olah raga. Sistem politik mempengaruhi model pembinaan dan institusi yang menanganinya. Sistem ekonomi memengaruhi struktur pembiayaan yang terkait dengan kemampuan kita mempertahankan kesinambungan sistem. Struktur pendidikan memengaruhi seberapa banyak peluang dan keterlaksanaan pendidikan jasmani yang menjadi dasar bagi perkembangan olah raga.
Jumlah penduduk berpengaruh terhadap jumlah anak dan kaum muda sebagai calon olah ragawan sehingga penduduk yang besar seperti di Indonesia merupakan sebuah aset yang luar biasa nilainya. Jadi dibutuhkan upaya, seiring dengan pendidikan, untuk mengubah faktor penduduk bukan sebagai beban tetapi sebagai modal. Tanpa aspirasi yang kental terhadap olah raga, maka suatu daerah sulit berkembang dalam olah raga.
Seberapa efektif mekanisme penelusuran dan promosi bakat telah dilaksanakan yang berarti kegiatan di klub usia dini dan olah raga di sekolahan merupakan tempat menyemai bibit-bibit. Komponen itu akan berkembang subur bila didukung oleh komponen pelatihan yang semakin membaik, seperti halnya struktur kompetisi yang semakin kuat ditinjau dari volume atau kekerapan pelaksanaan, termasuk kualitasnya.
Namun demikian, unsur pelatih termasuk kualifikasinya sangat menentukan. Pelatihan yang berbasis pengetahuan dan teknologi merupakan alternatif yang tak bisa ditawar-tawar. Adalah sebuah mimpi untuk tetap mempertahankan hegemoni (misalnya di kawasan ASEAN) atau menerobos prestasi olimpiade tanpa pelatih yang andal dan dukungan lab beserta para ahli pendukung terkait seperti biomekanika dan psikologi olah raga, selain aspek sport medicine.
Dari sisi struktur venues atau sarana dan prasarana olah raga, kita di Indonesia sangat lemah baik dari sisi jumlah maupun mutu, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat dikembangkan standar pelatihan bermutu tinggi. Untuk bisa bersaing di tingkat internasional, sudah tak mungkin lagi pelatihan dilakukan secara sambil lalu atau paruh waktu. Model-model pelatihan mutakhir menuntut volume pelatihan yang besar dan penempatan pelatihan secara terpadu.
Atas dasar alasan inilah, Australia memiliki 8 sentra pelatihan, Spanyol 31, Prancis 21 dan AS yang berbasis pada sekolah dan universitas mendirikan "Olympic Training Camp" di Colorado.
Kita di Indonesia merintis pendirian sentra ini seperti pendirian Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) sebanyak 93 buah dan Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM) sebanyak 15 buah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Embrio dari pusat pelatihan daerah (PPLD) yang idealnya ada di setiap provinsi, juga masih memerlukan pembenahan. Konsep dasarnya ialah bagaimana mengintegrasi kegiatan pelatihan dan pendidikan secara serasi yang didukung oleh logistik.
**
TERSENTAK saya setelah bertemu Abdul Madjid, sprinter 100 meter dan 200 meter pada tahun 1960-an asal Kalimantan Selatan, ketika baru-baru ini saya mengantarkan ”uang tali asih” kepada mantan atlet pada fase pascaberprestasi. Ubannya memutih dan bentuk tubuhnya sudah berubah, bertambah gemuk.
Dalam usianya sudah mencapai 60 tahun, ia belum berkeluarga dan masih tinggal di rumah kontrakan. Untuk mencari nafkah ia menjual tenaganya sebagai buruh di Pelabuhan Tri Sakti. Masih banyak Madjid lainnya yang senasib. Tata latar inilah yang mendorong Ditjen Olah Raga pada dua tahun terakhir ini mengembangkan sistem penghargaan dalam bentuk program konseling karier atlet. Di Australia disebut program Pendidikan Karier Atlet (PKA). Motonya: Kita tak mampu memberi ikannya, tetapi hanya dapat memberi kailnya.
Itulah masalah yang masih tersisa dan tak akan pernah tuntas penyelesaiannya karena selalu terjadi perubahan dinamis. Saya berdoa Pak Menteri Pemuda dan Olah Raga diberi kekuatan untuk mengatasi masalah olah raga yang justru dapat mendatangkan maslahat bagi bangsa. Kita perlu memberikan dukungan yang tulus kepadanya beserta jajarannya***
(Rusli Lutan, Guru Besar UPI di Bandung dan President for Asian Society for Physical Education and Sport (ASPES) dengan kantor pusat di Seoul (Korea

“PROFESIONALISME GURU”


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Profesi guru adalah termasuk profesi tua di dunia. Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama. Pada zaman prasejarah proses belajar mengajar berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga.
Profesi guru pada sistem persekolahan mulai berkembang di persada Nusantara pada zaman kolonial. Guru telah ikut berperan dalam pembentukan Negara-Bangsa Indonesia yang memiliki bahasa nasional Bahasa Indonesia. Profesi guru pernah menjadi profesi penting dalam perjalanan bangsa ini dalam menanamkan nasionalisme, menggalang persatuan dan berjuang melawan penjajahan. Sayangnya dalam beberapa dekade yang lalu dan masih berlanjut sampai kini profesi guru dianggap kurang bergengsi dan kinerjanya dinilai belum optimal serta belum memenuhi harapan masyarakat. Akibatnya mutu pendidikan nasional pun dinilai terpuruk. Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan, disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perkembangan global. Hingga kini persoalan guru belum pernah terselesaikan secara tuntas. Persoalan guru di Indonesia adalah terkait dengan masalah-masalah kualifikasi yang rendah, pembinaan yang terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan persebarannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi.

B. RUMUSAN MASALAH
Melihat pendidikan di negara kita yang mutunya masih kurang baik maka pemerintah harus segera memperbaiki agar mutu pendidikan di Indonesia bisa terangkat dan dapat disejajarkan dengan negara asia lainnya. Didalam meningkatkan mutu pendidikan di ndonesia peran guru sangat penting maka sangatlah dibutuhkan para guru-guru yang profesional. Untuk itu, seorang guru harus mampu meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang pendidik.Sehingga dapat dirumuskan masalah “Upaya-upaya apakah yang dapat meningkatakan profesionalisme guru “.

C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai panduan atau dapat juga untuk menambah pengetahuan seorang guru sebagai pendidik tentang bagaimana untuk meningkatkan profesionalisme guru agar dapat menjadi seorang guru yang profesional dan dapat memajukan mutu pendidikan di Indonesia yang saat ini mutunya masih tergolong rendah.




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Guru di Indonesia
Permasalahan guru di Indonesia tersebut secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai. Padahal sudah sangat jelas hal tersebut tidak menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional yang rendah , salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang masih rendah. Permasalahan guru di Indonesia harus diselesaikan scara komprehensif menyangkut semua aspek terkait yaitu kesejahteraan, kualifikasi, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya.
Sebenarnya sumber permasalahan pendidikan yang terbesar adalah adanya perubahan, karena itu permasalahan akan senantiasa ada sampai kapanpun. Institusi pendidikan dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan perkambangan yang ada dalam masyarakat. Demikian pula dengan guru, yang senantiasa dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan. Akibatnya demikian banyak permasalahan yang dihadapi oleh guru, karena ketidakmampuannya menyesuaikan perubahan yang terjadi di sekelilingnya sebagai akibat dari keterbatasnnya sebagai individu atau karena keterbatasan kemampuan sekolah dan pemerintah. Jadi masalah pendidikan senantiasa muncul karena adanya tuntutan agar institusi pendidikan termasuk guru menyesuaikan dengan segala perkembangan yang ada dalam masyarakat.

B. Kompetensi Penting Profesi Guru
Profesionalisme guru di bangun melalui penguasaan kompetensi-komptensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah : kompetensi bidang bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan / pengabdian masyarakat.
Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan kompetensi, peningkatan kerja dan kesejahteraannya. Guru sebagai profesional dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan, wawasan dan kreatifitasnya. Masyarakat telah mempercayakan sebagian tugasnya kepada guru. Tugas guru yang diemban dari limpahan tugas masyarakat tersebut antara lain adalah mentransfer kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani kehidupan, dan nilai-nilai. Selain itu guru secara mendalam harus terlibat dalam kegiatan maenjelaskan, mendefinisikan, membuktikan, dan mengklarifikasi. Tugasnya sebagai pendidik bukan hanya mentrnsfer pengetahuan , keterampilan dan sikap, tetapi mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya dan bahkan mampu memberikan teladan yang baik. Oleh karena itu guru harus siap untuk diuji kompetensinya secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembang. Kemampuan-kemampuan yang selama ini harus dikuasai guru juga akan lebih dituntut aktualisasinya. Misalkan kemampuannya dalam :

1.Merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan.
2.Mengelola kegiatan individu.
3.Menggunakan multi metode dan memanfaatkan media.
4.Berkomunikasi interaktif dengan baik.
5.Memotifasi dan memberikan respons.
6.Melibatkan siswa dalam beraktifiktas.
7.Mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa.
8.Melaksanakan dan mengelola pembelajaran.
9.Memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran.
10.Menguasai materi pelajaran
11.Memberikan bimbingan, berinteraksi dengan sejawat dan bertanggung jawab.
12.Mampu melaksanakan penelitian.

Secara spesifik pelaksanaan tugas guru sehari-hari di kelas seperti membuat siswa berkonsentrasi pada tugas, harus dilanjutkan dengan aktivitas dan tugas tambahan yang tidak kalah pentingnya seperti membahas persoalan pembelajaran dalam rapat guru, mengkomunikasikan hasil belajar siswa dengan orang tua dan mendiskusikan berbagai persoalan pendidikan dan pembelajaran dengan sejawat. Bahkan secara lebih spesifik guru harus dapat memgelola waktu pembelajaran dalam setiap jam pelajaran secara efektif dan efisien. Untuk dapat mengelola pembelajaran seara efektif dan efisien tersebut, guru harus senantiasa meningkatkan keterampilan dasarnya. Menurut Rosenshine dan Stevens ada sembilan keterampilan dasar yang penting harus dikuasai guru adalah keterampilan :

1.Membuka pembelajaran dengan mereview secara singkat pelajaran terdahulu yang terkait dengan pelajaran yang akan disajikan.
2.Menyajikan secara singkat tujuan pembelajaran.
3.Menyajikan materi dalam langkah-langkah kecil dan disertai latihannya masing-masing.
4.Memberikan penjelasan dan keterangan yang jelas dan detail.
5.Memberikan latihan yang berkualitas.
6.Mengajukan pertanyaan dan memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pemahamannya.
7.Membimbing siswa menguasai keterampilan atau prosedur baru.
8.Meemberikan balikan atau koreksi.
9.Memonitor kemajuan siswa.

Selain itu, tentu saja masih ada keterampilan lain yang harus dikuasai guru mislnya menutup pelajaran dengan baik dengan membuat rangkuman dan memberikan petunjuk tentang tindak lanjut yang harus dilakukan siswa. Singkatnya banyak hal-hal kecil yang harus diperhatikan dan dikuasai oleh guru secara komulatif membentuk suatu keutuhan kemampuan secara profesional yang bisa ditampilkan dalam bentuk kinerja yang optimal. Dalam upaya meningkatkan prfesionalisme guru, maka guru sendiri harus mau membuat penelitian atas kinerjanya sendiri. Jadi, guru harus memperbaiki profesionalismenya sendiri, dan mayarakat membantu mempertajam dan menjadi pendorongnya.

C. Upaya-upaya Guru Meningkatkan Profesionalisme
Peningkatan profesionalisme guru sebenarnya ditentukan oleh seorang guru itu sendiri. Apakah seorang guru tesebut ingin menjadi seorang guru yang profesional atau tidak Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang guru jika ingin meningkatkan keprofesionalisme, yaitu :

1.Memahami standart tuntutan profesi yang ada.
Upaya memahami tuntutan standar profesi yang ada (di Indonesia dan yang berlaku di dunia) harus ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru kita ingin meningkatkan Profesionalismenya.Sebab, persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara, sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik. Cara satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan belajar secara terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya.

2.Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan.
Upaya mencapai kualifikasi dan kompetensi yang di persyaratkan juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melului training, seminar, dan berbagai upaya lain untuk memperoleh sertifikasi.



3.Membangun kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi.
Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilkukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui jaringan kerja inilah guru dapat memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya.Dalam hal ini juga dapat di bina melalui jaringan kerja yang luas dengan menggunakan tekhnologi komunikasi dan informasi, misal melalui korespondensi dan mungkin melalui internet. Apabila hal ini dilakukan secara intensif akan dapat diperoleh kiat-kiat menjalankan profesi dari sejawat guru di Indonesia bahkan dunia.

4.Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen.
Upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen merupakan suatu keharusan di zaman sekarang. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituenya yaitu siswa , Orang tua dan sekolah . Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik yang di danai, di adakan dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.

5.Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan tekhnologi komunikasi dan inmormasi mutkhir agar senantiasa tidak keinggalan dalam kemampuannya menggelola pembelajaran.
Satu hal lagi yang dapat diupayakan ntuk peningkatan profesionalisme guru adalah melalui adopsi inovasi atau pengembangan kreatifitas dalam pemanfaatan tekhnologi komunikasi dan informasi mutakhir. Guru dapat memanfaatkan media presentasi komputer dan juga pendekatan-pendekatan baru bidang tekhnologi pendidikan. Upaya-upaya guru untuk meningkatkan profesionalismenya tersebut pada akhirnya memerlukan adanya dukungan dari semua pihak yang terkait agar benar-benar terwujud. Pihak-pihak yang harus memberikan dukunganya tersebut adalah organisasi profesi seperti PGRI, pemerintah dan juga masyarakat.

























BAB. III
PENUTUP

A. Kesemipulan
Makalah ringkas ini menyajikan beberapa gagasan tentang berbagai upaya peningkatan profesionalisme guru. Ada beberapa hal yang perlu mendapatkan sorotan utama , yaitu mengenai permasalahan guru di Indonesia, kompetensi penting profesi guru dan upaya-upaya guru meningkatkan profesionalisme. Berdasarkan pembahasan pada makalah ini dapat disimpulkan bahwa peran seorang guru sangat jelas ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu Pendidikan Nasional yang rendah, bisa saja salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang masih rendah. Untuk itu guru haruslah meningkatkan kemampuan dalam bidangnya agar dapat menjadi seorang pendidik memiliki mutu yang tinggi dan menjadi seorang guru yang profesional agar dapat meningkatkan mutu pendidikan Nasional yang saat ini masih rendah dan menghasilkan generasi penerus bangsa yang bermutu dan berguna bagi Nusa dan Bangsa.

B. Saran-saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa bahwa makalah ini masih banyak kekuranganya jika digunakan sebagai acuan menjadi seorang guru yang profesional mungkin juga dalam makalah ini masih terdapat kesalahan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat membuat makalah ini lebih baik dan mendekati sempurna, sehingga dapat membantu para seorang pendidik dalam meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang guru.








BAB . IV
DAFTAR PUSTAKA


Pannen. P. dkk ( 1999 ) Cakrawala Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Purwanto. ( 2000 ). Difusi Inovasi. Jakarta: STIA LAN Press.

“OLAH RAGA DAPAT MENINGKATKAN SDM”


Untuk menghadapi kemajuan zaman yang semakin sulit ini dibutuhkan tingkat SDM yang tinggi.Dengan memiliki SDM yang tinggi maka kemungkinan besar kita akan dapat menghadapi tantangan-tantangan yang ada disaat kemajuan zaman ini. Dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu dengan Berolahraga. Olahraga diyakini mampu membangun nilai-nilai positif seperti : kreatif, disiplin, tanggung jawab, proaktif, kritis, sportif, kompetitif, untuk manusia dan membentuk karakter bangsa. Karena menurut saya olah raga juga dapat membentuk kepribadian manusia seutuhnya.
Keteguhan terhadap komitmen tersebut didukung oleh begitu banyak fakta dan pengalaman bahwa olahraga yang dikelola dan dibina dengan baik akan mendatangkan banyak manfaat bagi warga masyarakat. Seperangkat nilai dan manfaat dari aspek sosial, kesehatan, ekonomi, psikologis merupakan landasan yang kuat untuk mengklaim bahwa olahraga merupakan instrumen yang ampuh untuk melaksanakan pembangunan yang seimbang antara material, mental, dan spiritual.
Dari aspek sosial diakui bahwa olahraga merupakan sebuah aktivitas yang unik karena sangat potensial untuk memperkuat integrasi sosial. Secara bertahap dan bersusun dari unit kecil (misalnya, klub), komitmen emosional pada satu tujuan bersama dapat meningkat ke tingkat komunitas, masyarakat sebuah daerah hingga ke jenjang nasional. Itulah sebabnya olahraga, seperti yang sering kita alami dalam olah raga kompetitif, dipandang ampuh untuk membangun persatuan dan kesatuan nasional.
Apabila dalam hidup sudah terbiasa untuk hidup bergaya pasif. Ancaman yang di dibangkitkan oleh gaya hidup pasif adalah dapat mendatangkan persoalan yang sangat merugikan kehidupan manusia dengan aneka bentuk penyakit degeneratif, penyakit kurang gerak. Obesitas, alias kegemukan, sudah menjadi sebuah masalah internasional dengan rangkaian akibat yang terkait langsung seperti terserang penyakit jantung koroner, diabetes melitus, kolesterol tinggi, dan lain yang sejenis. Olah raga dan kesehatan memiliki kaitan langsung dengan ekonomi. Apabila kita membiasakan hidup dengan berolahraga dan membiasakan hidup dengan pola sehat maka otomatis tubuh kita juga akan sehat baik jasmani maupun rohani.Dengan begitu untuk timbulnya seperti penyakit akan sangatlah kecil.
Dalam kehidupan modern olahraga telah menjadi tuntutan dan kebutuhan hidup agar lebih sejahtera. Olahraga semakin diperlukan oleh manusia dalam kehidupan yang semakin kompleks dan serba otomatis, agar manusia dapat mempertahankan eksistensinya terhindar dari berbagai gangguan atau disfungsi sebagai akibat penyakit kekurangan gerak (Hypo Kinesis Desease).Olahraga yang dilakukan dengan tepat dan benar maka akan sangatlah bermanfaat bagi tubuh kita.
Kesehatan, kebugaran jasmani dan sifat-sifat kepribadian yang unggul adalah faktor yang sangal menunjang untuk pengembangan potensi diri manusia, dan melalui pendidikan jasmani, rekreasi, dan olahraga yang tepat faktor-faktor tersebut dapat diperoleh. Melalui melalui pembinaan olahraga yang sistematis, kualitas SDM dapat diarahkan pada peningkatan pengendalian diri, tanggung-jawab, disiplin, sportivitas yang tinggi yang mengandung nilai transfer bagi bidang lainnya. Berdasarkan sifat-sifat itu, pada akhirnya dapat diperoleh peningkatan prestasi olah raga yang dapat membangkitkan kebanggaan nasional dan ketahanan nasional secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pembangunan olahraga perlu mendapat perhatian yang lebih proporsional melalui perencanaan dan pelaksanaan yang sistematis dalam pembangunan.
Jika kita lihat dari aspek kejiwaan, olah raga atau aktivitas jasmani yang dilakukan hingga intensitas memadai, moderat, sangat efektif sebagai wahana untuk meningkatkan ketahanan terhadap stres dan menanggulangi depresi. Karena dalam melakukan aktifitas penjas diharapkan selalu tercipta suasana gembira sehingga kemungkinan untuk menceegah penyakit separti gejala stres sangatlah besar.
Melalui pendekatan pembelajaran keterampilan taktis misalnya, diketahui bahwa pendidikan jasmani dan olah raga efektif untuk membina keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Karena itu, para peneliti sampai pada kesimpulan bahwa aktivitas jasmani atau olahraga sangat bermanfaat untuk memupuk kemampuan memecahkan masalah.
Hakekat pembangunan olahraga nasional adalah upaya dan kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga yang merupakan bagian upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang utamanya ditujukan untuk pembentukan watak dan kepribadian termasuk sifat-sifat disiplin, sportivitas dan etos kerja yang tinggi. Berdasarkan kualitas kesehatan akan tercapai peningkatan prestasi olahraga yang dapat membangkitkan kebanggaan nasional dan membawa nama harum bangsa.
Penyelenggaraan pembangunan olahraga nasional utamanya didasarkan pada kesadaran serta tanggung-jawab segenap warga negara akan hak dan kewajibannya dalam upaya untuk berpartisipasi guna peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui olahraga sebagai kebiasaan dan pola hidup, serta terbentuknya manusia dengan jasmani yang sehat, bugar, memiliki watak dan kepribadian, disiplin, sportivitas, dan dengan daya tahan yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas, etos kerja dan prestasi.Pembangunan olahraga selama ini dilaksanakan lewat dua jalur.Jalur pertama adalah melalui jalur pendidikan, yang penyelengaraannya dikoordinasikan oleh Depdiknas, dan kedua adalah pembangunan olahraga lewat jalur masyarakat yang penyelengaraannya selama ini di koordinasikan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), sebagai organisasi yang mewakili unsur masyarakat. Pembangunan olahraga lewat jalur pendidikan atau sekolah dikenal dengan istilah pendidikan jasmani (physical education) ditempuh dengan cara memasukkan muatan pendidikan jasmani ke dalam satuan pelajaran pada setiap jalur dan jenjang pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi baik intra maupun ekstrakurikuler. Sedangkan pelaksanaan pembangunan olahraga lewat jalur masyarakat, ditempuh melalui serangkaian kegiatan yang serasi untuk tujuan peningkatan prestasi meliputi, pemanduan bakat, pembibitan calon atlet, pembinaan atlet, serta peningkatan prestasi atlet. Keseluruhan kegiatan itu membutuhkan dukungan iptek keolahragaan.
Tentunya kita sepaham bahwa pendidikan jasmani merupakan peletak dasar untuk segala aspek meliputi fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional spiritual. Kecakapan berolahraga di sepanjang hayat untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, memerlukan pembekalan keterampilan sejak awal. Kita dapat menilai seberapa jauh kultur olah raga sudah berkembang di suatu masyarakat atau negara bergantung.Dari beberapa pernyataan diatas maka dapatlah saya simpulkan bahwa sangatlah pentingya Olahraga, Selain dapat meningkatkan sumber daya manusia dengan berolahraga juga membuat kita memiliki pola hidup sehat yang tentunya akan membuat tubuh kita sehat baik jasmani maupun rohani.